Senin, 10 Juni 2013

KORUPSI oleh Cendani Saraswati


Description: D:\album foto\lain2\logo unj.jpg
                   UJIAN AKHIR SEMESTER
                   KOMUNIKASI BISNIS
KORUPSI                           




NAMA                 : CENDANI SARASWATI
NOREG               : 8135116591
KELAS                : PENDIDIKAN TATA NIAGA NON REG 2011
DOSEN                : WIDYA PARIMITA, MPA




PRODI S1 PENDIDIKAN TATA NIAGA
FE – UNJ
JUNE 2013




BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Beberapa tahun belakangan ini nilai-nilai moral masyarakat Indonesia semakin luntur. Nilai – nilai moral yang dahulu masih tertaman dengan baik kini seakan diabaikan oleh sebagian masyarakat Indonesia. Sifat – sifat seperti jujur, bertanggung jawab dan adil yang kian luntur menjadi cikal bakal tumbuh suburnya korupsi di Indonesia. Namum begitu berdasarkan beberapa sumber mengenai sejarah perkorupsian Indonesia terlihat bahwa tindak korupsi sudah terjadi sejak zaman penjajahan dimana Indonesia belum merdeka. Rupanya tindakan ini terus terjadi hingga sekarang. Secara garis besar, budaya korupsi di Indonesia tumbuh dan berkembang melalu 3(tiga) fase sejarah, yaitu : zaman kerajaan, zaman penjajahan hingga zaman modern sepertisekarang ini. Pertama, dalam fase Zaman Kerajaan, pada prinsipnya budaya korupsi di Indonesia, dilatar belakangi oleh adanya kepentingan atau motif kekuasaan serta kekayaan.
Budaya korupsi di Indonesia sejatinya telah dibangun oleh para penjajah kolonial terutama oleh Belanda selama kurang lebih 350 tahun. Dahulu budaya korupsi ini berkembang dikalangan tokoh-tokoh lokal yang sengaja dimanfaatkan dalam bidang politik oleh penjajah. Para penjajah memanfaatkan masyarakat Indonesia untuk menjalankan daerah adiministratif tertentu seperti demang (lurah), tumenggung (setingkat kabupaten atau provinsi), dan pejabat-pejabat lainnya yang notabene merupakan orang-orang suruhan penjajah Belanda untuk menjaga dan mengawasi daerah territorial tertentu. Mereka yang diangkat dan dipekerjakan oleh Belanda untuk megambil pajak dari rakyat. Pajak tersebut digunakan oleh penjajah Belanda untuk memperkaya diri dengan menghisap hak dan kehidupan rakyat Indonesia. Sesungguhnya  budaya penjajah yang mempraktekkan hal – hal tersebut, menjadikankan masyarakat Indonesia menjadi tak segan menindas bangsanya sendiri lewat perilaku dan praktek korupsi.
Selanjutnya perkembangan praktek korupsi di zaman modern seperti sekarang ini sebenarnya dimulai saat lepasnya bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan Belanda. Akan tetapi budaya yang ditinggalkan oleh penjajah kolonial, tidak secara menyeluruh hilang begitu saja dari Indonesia. Salah satu warisan negatif yang tertinggal adalah budaya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Hal tersebut tercermin dari prilaku pejabat-pejabat pemerintahan yang bahkan telah dimulai sejak era Orde lama presiden Soekarno, yang akhirnya semakin berkembang dan tumbuh subur di pemerintahan Orde Baru Soeharto dan hingga saat ini. 
Korupsi sepertinya telah membudaya dalam bangsa Indonesia. Mengakar bahkan dapat dikatakan menjadi kebiasaan yang dianggap wajar oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Hal ini juga yang menyebabkan semakin mudahnya korupsi menyebar dan dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Jika kita lihat dari sejarahnya sampai keadaan sekarang bahwa tindakan korupsi itu sudah merupakan tradisi atau budaya bagi warga Indonesia yang diwariskan secara turun temurun. Korupsi sudah seperti kebiasaan bagi rakyat Indonesia dan sudah membaur dalam kehidupan sosial masyarakat. Tetapi korupsi ini menjadi lawan berat bagi masyarakat sendiri hingga sampai saat ini karena berdampak besar terhadap kehidupan.
Sekarang permasalahan korupsi memang bukan hal  baru bagi kita. Terlebih karena sulitnya memberantas tutas praktik korupsi di Negara kita yang tergolong sebagai Negara berkembang. Korupsi dapat dikatakan sebagai penyakit sosial di Negara berkembang seperti Indonesia ini. Permasalahan korupsi ini menjadi agenda serius yang harus segera ditanggani oleh bangsa kita tercinta ini.
Korupsi yang terjadi di Indonesia saat ini sudah dalam posisi yang sangat memprihatinkan dan begitu mengakar dalam setiap sendi kehidupan. Perkembangan praktek korupsi dari tahun ke tahun semakin meningkat, baik dari kuantitas atau jumlah kerugian keuangan. Sudah sangat banyak dampak negative yang ditimbulkan dari praktik korupsi yang terjadi di Indonesia ini. Dampak – dampak negatif akibat korupsi yang merajalela antara lain sulitnya perkembangan tingkat pendidikan dan perekonomian Negara. Tidak seharusnya tindak korupsi ini terus dibiarkan dan membudaya dalam bangsa Indonesia. Sebaliknya peran aktif dan kesadaran kita bersama yang diperlukan untuk memberantas korupsi di negeri kita sendiri.
B.     Identifikasi Masalah
Berdasarkan permasalahan yang ada mengenai kasus korupsi di Indonesia, dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut :
·         Berkurangnya nilai – nilai moral masyarakat dalam menyikapi tuntutan kebutuhan.
·         Rendahnya pengawasan dan penegakan hukum mengenai korupsi di Indonesia.
·         Merugikan rakyat dan Negara dalam berbagai aspek.
·         Pertegas hokum dan transparansi keuangan Negara.








BAB II KORUPSI
A.    Permasalahan
Jeremy Pope dalam bukunya Confronting: The Elemen of National Integrity System, menjelaskan bahwa korupsi merupakan permasalahan global yang harus menjadi keprihatianan semua orang. Praktik korupsi biasanya sejajar dengan konsep pemerintahan totaliter, dictator yang meletakakan kekuasaan di tangan segelintir orang. Namun, tidak berarti dalam system social politik yang demokratis tidak ada korupsi bahkan bisa lebih parah berarti dalam system social politiknya teleransi bahkan memberikan ruang terhadap praktek korupsi tumbuh subur. Menurut pope, korupsi juga tindakan pelanggran hak asasi manusia.
Menurut Dleter Frish, mantan Direktur Jendral Pembangunan Eropa. Korupsi merupakan tindakan memperbesar biaya untuk barang dan jasa, memperbesar utang suatu Negara, dan menurunkan standar kualitas suatu barang. Biasanya proyek pembangunan dipilih karena alasan keterlibatan modal besar, bukan pada urgensi kepentingan publik, korupsi selalu menyebabkan situasi social ekonomi tak pasti (uncertenly). Ketidakpastian ini tidak asimetris informasi dalam kegiatan ekonomi dan bisnis. Sector swasta sering melihat ini sebagai resiko terbesar yang harus ditanggung dalam menjalankan bisnis, sulit diprediksi berapa Return of investment (ROI) yang dapat diperoleh karena biaya yang harus dikeluarkan akibat praktek korupsi juga sulit diprediksi. Akhiar Salmi dalam makalahnya menjelaskan bahwa korupsi merupakan perbuatan buruk, seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya.
Selain menurut para ahli, korupsi secara jelas juga terdapat dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari korupsi, Kolusi dan Nepotisme, pasal 1 menjelaskan bahwa tidak pidana korupsi sebagaimana Maksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia mendefenisikan korupsi sebagai salah satu tindak pidana. Mubaryanto, Penggiat Ekonomi Pancasila, dalam artikelnya menjelaskan tentang korupsi bahwa, salah satu masalah besar berkaitan dengan keadilan adalah korupsi, yang kini kita lunakan menjadi “KKN”. Perubahan nama dari korupsi menjadi KKN ini barang kali beralasan karena praktek korusi korupsi memang terkait koneksi dan nepotisme. Tetapi tidak dapat disangkal bahwa dampak “penggantian” ini tidak baik karena KKN ternyata dengan kata tersebut praktek korupsi lebih mudah diteleransi dibandingakan dengan penggunaan kata korupsi secara gambling dan jelas, tanpa tambahan kolusi dan nepotisme.
Dalam era modern ini pun telah banyak badan – badan ataupun lembaga yang menangani dan mendukung pemberantasan korupsi di Indonesia seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK merupakan salah satu badan yang sedang heboh diperbincangkan terkait masalah korupsi yang sedang terjadi di Negara kita ini. Saya pun mengutip mengutip visi dan misi serta tugas dari KPK sebagi salah satu badan pemberantas korupsi sebagai berikut :

Visi KPK 2011-2015

Menjadi lembaga penggerak pemberantasan korupsi yang berintegritas, efektif, dan efisien!
Misi KPK adalah sebagai berikut:
1.      Melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan TPK.
2.      Melakukan supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan TPK.
3.      Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap TPK.
4.      Melakukan tindakan-tindakan pencegahan TPK.
5.      Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
Fungsi dan Tugas
Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas:
1.      Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
2.      Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
3.      Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
4.      Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan
5.      Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
Dalam melaksanakan tugas koordinasi, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang :
1.                  Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi;
2.                  Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi;
3.                  Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait;
4.                  Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan
5.                  Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.
Selengkapnya mengenai tugas, wewenang, dan kewajiban Komisi Pemberantasan Korupsi, dapat dilihat pada Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Telah dijabarkan diatas mengenai badan – badan hukum yang bertindak dan mendukung dalam cegahan tindak pidana korupsi dan memberantas korupsi. Menurut pemahaman saya pada dasarnya semua badan hukum tersebut memiliki tujuan yang sama berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku di Indonesia mengenai tindakan korupsi serta berdasarkan tujuan dari Negara Indonesia.
Secara umum, tindakan illegal seperti penggelapan pajak dan penyelundupan  selama tidak melibatkan pejabat publik tidak dapat dikategorikan sebagai tindakan korupsi, padahal secara tidak langsung tindakan ini merugikan publik karena mengurangi pendapatan negara dari sektor pajak. Namun pada hakikatnya tindakan yang dikatagorikan sebagai korupsi tidak hanya bentuk penyelewenga dan pengelapan uang dalam sekala besar. Namum tindakan kecil seperti pegawai toko yang mengurangi catatan hasil penjuala hariannya kepada pemilik toko merupakan suatu bentuk tindakan korupsi yang menjadi awal dari koruptor kelas kakap.
Terdapat begitu banyak faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi, salah satu penyebab seseorang melakukan korupsi adalah karena ketergoda oleh materi atau kekayaan yang tidak mampu ditahannya. Ketika dorongan untuk menjadi kaya tidak mampu ditahan sementara cara mendapatkan kekayaan dengan mudah dapat diperoleh melalui cara berkorupsi, maka tanpa berpikir panjang seseorang akan melakukan korupsi. Jadi, jika menggunakan cara pandang penyebab korupsi seperti ini, maka salah satu penyebab korupsi adalah cara pandang terhadap kekayaan. Cara pandang terhadap kekayaan yang salah akan menyebabkan cara yang salah pula dalam mengakses kekayaan. Selain mengenai cara pandang terhadap kekayaan yang salah, hal tersebut juga disebabkan oleh cara hidup yang serba instan dan menginginkan dalam mendapatkan kekayaan pun menggunakan cara yang instan yaitu cepat dan tidak perlu repot. Dalam hal itu kiranya pepatah yang berbunyi
“Berakit – rakit kehulu, berenang – renang ketepian
Bersusah - susah dahulu, bersenan –senag kemudian”
Nampaknya tidak berlaku lagi bagi orang – orang yang menginginkan hidup mewah dengan bergelimang harta serta kekayaan namun tidak mau bekerja tanpa korupsi.
Kemiskinan –kata orang– merupakan akar dari persoalan; tanpa kemiskinan tidak akan ada korupsi. Apabila kemiskinan merupakan penyebab korupsi, bagaimana menjelaskan mengapa mereka yang terlibat korupsi besar-besaran justru bukan orang miskin; banyak diantara mereka adalah orangorang yang mempunyai uang dan kekuasaan.
Fenomena bahwa korupsi tidak berbanding lurus dengan kemiskinan dapat dijelaskan dengan “Hukum Kesepadanan Korupsi” yang dirumuskan oleh Revrisond Baswir. Hukum ini menyatakan korupsi berbanding lurus dengan kekayaan seseorang. Artinya, semakin kaya seseorang, semakin besar kekuasaan yang dimilikinya dan dengan demikian semakin besar jumlah yang potensial dikorup.
Sementara itu mengacu pada artikel yang ditulis oleh Bapak H Onnie S Sandi SE dengan judul Jenis dan Penyebab Korupsi. Penyebab korupsi dibedakan dalam tiga factor yaitu :
1.      Kemampuan
Adakah kemampuan orang tersebut untuk melakukan korupsi? Kemampuan melakukan tindak korupsi hanya bisa dilakukan apabila orang tsb memilki kemampuan dan kecerdasan untuk merekayasa dengan membuat data,pembukuan dan laporan fiktif yang tentunya bertujuan agar kasusnya tidak terdeteksi atau tidak terungkap saat ada pemeriksaan dari   Instansi yang berkompeten.
2.      Kemauan
Adalah kemauan orang tersebut untuk melakukan tindak pidana korupsi, artinya walaupun orang tersebut memilki kemampuan untuk melakukan tindakan korupsi, namun karena orang tersebut memilki integritas yang tinggi apakah karena memilki keimanan yang kuat terhadap agamanya, memiliki nasionalisme yang tinggi terhadap negaranya atau juga memilki kesadaran yang kuat tentang hak dan kewajibannya tentang berbangsa dan bernegara atau kekhawatiran mendapat sangsi hukum yang tegas & keras, sehingga  orang tersebut tidak akan mau melakukan walaupun sebenarnya dia memiliki kemampuan untuk melakukannya.
3.      Kesempatan
Kesempatan adalah system  yang dibangun pada  instansi tersebut hendaknya dengan menggunakan prinsip  management yang efektif dengan  prosedure dan mekanisme  yang jelas serta  pengawasan dan pengendalian yang baik sehingga tidak menciptakan dan memberi peluang pada orang per-orang untuk melakukan tindak pidana korupsi. Prinsip dasar ini akan bekerja efektif apabila eksekutif, legislatif dan judikatif memilki perpektif dan filosofi yang sama tentang good goverment dan clean goverment dengan membuat seluruh kebijakan secara transparan dan akuntable serta memberikan  akses seluas-luasnya pada masyarakat untuk ikut mengawasi program yang dijalankan eksekutif. Karena tanpa hal tersebut sangat sukar dan mustahil  pencegahan korupsi dapat dilakukan , mengingat sifat dari korupsi sendiri yang senantiasa melibatkan banyak orang dengan melakukan kolusi baik secara vertical, horizontal maupun diagonal dan  merusak system yang ada dan dari beberapa kejadian senantiasa ada keterlibatan legislatif dalam penyusunan program dan ketika kasusnya terkuak mulai terlihat ada pelibatkan aparat penegak hukum dengan melakukan gratifikasi untuk membungkam dan mempeti-es kan kasus-kasus tertentu bahkan dengan kekuatan yang mereka miliki, mereka mampu meredam berita dari media massa. Hal ini adalah realita yang terjadi negara kita, khususnya di daerah yang jauh dari pantauan berita stasiun televisi nasional, karena saat ini rupanya control  media massa yang paling efektif ternyata yang dilakukan oleh  stasiun televisi nasional walaupun independensinya masih belum terjamin.
Pada dasarnya setiap orang memiliki kemampuan untuk melakukan tindakan korupsi namun berbeda tingkat – tingkatnya. Untuk kemauan, bila ditanya siapa manusia di dunia ini yang ingin kebutuhan hidupnya dan kesenangannya terpenuhi dengan baik maka dapat dipastikan hampir semua manusia akan menjawab menginginkan hal tersebut. Jadi dalam hal kemauan semua orang juga berpotensi melakukan tindak korupsi namum kembali lagi kepada pribadi dan pendidikan moral tiap – tiap orang untuk menentukan bagaimana caranya mendapatkan hal tersebut. Begitu pula dalam hal kesempatan, namun terdapat perbedaan dalam hal kesempatan yang dimiliki tiap orang. Faktor kemampuan dan kemauan lebih diharapkan pada integritas orang itu sendiri sedangkan kesempatan lebih ditekankan pada system management pemerintahan  dan pengawasan yang efektif
Sementara itu meurut mantan pimpinan KPK Bibit S Rianto menilai ada lima hal penyebab korupsi.
·         Hal pertama adalah sistem birokrasi yang masih korupsi " Berdalih macem-macem begitu tertangkap dan ada alat bukti pertanggungjawabkan. Sistem politik, hukum dan ekonomi, masih koruptif. Masih ada ijin-ijin ada waktu luang penguasa dan pengusaha menyatu.
·         Hal yang kedua adalah sistem hukum yang belum kuat dan tegas. "KUHAP dibaca SUAP jadinya ada markus dimana-mana sistemnya sistem korup," kata Bibit.
·         Hal ketiga adalah penghasilan yang besar. Semakin kaya seorang pejabat, Bibit menilai semakin banyak pejabat tersebut korupsi. "200 juta supaya nggak korup, tp renumerasi dan kewenangan, punya hak untuk membuat orang ketar ketir, moralnya jelek tapi kerjanya bagus," jelas Bibit.
·         Untuk hal yang ke empat pengawasan yang tidak efektif. "Ada Itjen dan Bawaslu tapi ada korupsi, berarti tidak kerja pengawasannya," papar Bibit.
·         Penyebab korupsi yang terakhir adalah kurangnya taat hukum sudah menjadi budaya. " Budaya taat hukum kita rendah," kata Bibit.
Penyebab korupsi menurut orang yang pernah mengusut kasus – kasus korupsi ini dapat ditarik benang merah bahwa secara umum system birokrasi (pemerintaha) di Indonesia masih perlu segera dibenahi lalu diperkuat dengan hokum yang tegas dan adil harus diterapkan bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali. Selanjutnya adalah masalah penghasilkan, semua orang terutama parapejabat menginginkan mendapatkan penghasilan yang besar yang dapat memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya ditambah dengan kebutuhan – kebutuan sekundernya pula. Pengawasan yang dilakukan dinilai kurang efektif dalam mencegah ataupun mendeteksi adanya tindak korupsi. Kalaupun tidak korupsi tersebut dapat terdeteksi namun persoalan lainnya yaitu kurang taatnya masyarakat terhadap hokum yang ada dan berlaku, parahnya hal ini telah menjadi budaya masyarakat kita.
Pendidikan yang seharusnya menjadi suatu alat memberantas dan memerangi korupsi namun ironisnya tindak korupsi sangat berpotensi terjadi dalam dunia pendidikan. Mark up (pengelembungan anggaran) proyek pengadaan barang dan jasa, laporan kegiatan/proyek/dinas fiktif, pungutan liar, penggelapan dana,  termasuk program buku gratis serta dana BOS adalah bentuk korupsi yang rentan terjadi di sekolah. Transparansi yang masih belum berjalan baik di berbagai tingkat institusi pendidikan ini juga jadi alasan kenapa mark up anggaran ini masih sering terjadi. Sementara itu kebocoran dana pendidikan yang paling besar terjadi dalam pengadaan gedung dan sarana prasarana sekolah. Hal itu disebabkan karena besarnya dana yang digunakan untuk pengadaannya, banyaknya aktor yang terlibat dalam pengelolaannya, serta banyaknya celah korupsi dalam pengelolaan dana tersebut.
Potensi terjadinya tindak korupsi di dunia pendidikan ini harus menjadi perhatian dan penanganan yang serius. Korupsi yang terjadi dari Depdiknas (Departemen Pendidikan Nasional) hingga ke sekolah-sekolah sangat memprihatin. Berbagai kasus korupsi ini diketahui terjadi nyaris pada semua institusi pendidikan, yaitu dari Dinas Pendidikan, DPRD, Kanwil Kemenag, perguruan tinggi, hingga sekolah.
Dalam kasus penyelewengan dana BOS, Berdasarkan audit BPK diketahui bahwa terdapat 6 dari 10 sekolah menyimpangkan dana BOS. Dana BOS yang diselewengkan itu rata-rata mencapai Rp 13,7 juta per sekolah. Selain itu, ICW juga menemukan bahwa beberapa dinas kabupaten/kota mengarahkan pengelolaan dana alokasi khusus (DAK) pada pihak ketiga. Menurut ICW, terdapat pula dana sekitar Rp 852,7 miliar yang berpotensi diselewengkan dalam pengelolaan anggaran Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Depdiknas juga dinilai gagal dalam mengelola anggaran pendidikan yang besar karena laporan keuangan Depdiknas hanya bisa mendapat status opini Wajar Dengan Pengecualian pada 2008 dari BPK. Tingginya dana yang berpotensi untuk diselewengkan tersebut merupakan suatu fenomena di tengah meningkatnya anggaran pendidikan dan anggaran Depdiknas.
Pengelapan dana pendidikan ini membuat berkurangnya anggaran dan dana pendidikan yang seharusnya digunakan untuk kemajuan dan perkembangan bidang pendidikan. Hal tersbut mengakibatkan terhambatnya upaya untuk mempercepat kemajuan pendidikan di Tanah Air, meningkatkan beban biaya yang harus ditanggung masyarakat dan turunnya kualitas layanan pendidikan. Bahkan dapat membahayakan nyawa peserta didik karena dalam beberapa kasus yang dilakukan dinas pendidikan maupun pihak sekolah menyelewengkan anggaran dana sarana dan prasarana. Hal tersebut menyebabkan gedung sekolah yang sudah tidak layak dan hampir ambruk tidak kunjung diperbaiki.
Tingginya tingkat korupsi yang terjadi dan semakin merajalela di Indonesia yang semakin memprihatinkan tidak dibarengi dengan semakin juatbya penegakan hukum di Indonesia. Mengacu pada beberapa artikel berikut ini seperti dalam artikel yang berjudul 30 kasus korupsi pendidikan mandek di POLRI sebagai berikut, Indonesia Corruption Watch (ICW) mempertanyakan kinerja Kepolisian RI dalam penindakan kasus korupsi di sektor pendidikan. ICW mencatat ada 30 kasus di sektor pendidikan yang ditangani Mabes Polri, Polda maupun Polres di seluruh Indonesia. Namun, kasus-kasus tersebut belum jelas penyelesaiannya hingga saat ini. "30 kasus itu dari tahun 2004 sampai 2011 tapi belum ada informasi sampai di mana perkembangan kasusnya di Polri. Apakah sudah sampai tahap penyidikan, pelimpahan, atau di SP3, itu harus jelas.
Selain itu ICW juga mengungkapkan bahwa penindakan hukum pada kasus korupsi yang terjadi di dunia pendidikan terus menurun. Hal itu terjadi justru di tengah meningkatnya potensi korupsi dalam dunia pendidikan itu sendiri. Sedangkan 82 persen kasus korupsi di dunia pendidikan yang ditangani kepolisian tidak jelas penanganannya.
Selain kasus korupsi di bidang pendidikan masih sangat banyak kasus – kasus korupsi lainnya di berbagai bidang yang hingga sekarang masih belum terselesaikan bahkan dapat dikatakan berjalan ditempat. Seperti kasus Bank Century, kasus BLBI, kasus impor daging sapi, simulator sim dan masih banyak kasus korupsi lainnya.
Kasus korupsi telah terjadi dihampir seluruh aspek dalam masyarakat. Sekarang ini sedang maraknya kasus korupsi yang melilit politisi Indonesia, selain karena tingginya biaya politik juga disebabkan minimnya transparansi. Selama ini anggota parlemen di Indonesia tak ada kewajiban melakukan laporan tahunan kegiatannya dan laporan keuangannya secara terperinci kepada publik. Sehingga minim transparansi dan akuntabilitas. Anggota DPR merasa tak diawasi secara langsung oleh rakyat dan masyarakat tidak bisa melihat laporan itu secara terbuka kapan saja. Prinsip transparansi ini sehar usnya dapat mengurangi korupsi politik di Indonesia.
Secara umum dampak korupsi sangatlah besar baik dalam aspek politik, ekonomi, birokrasi, kesejahteraan umum negara, termasuk terhadap masyarakat dan individu. Korupsi menimbulkan kekacauan dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Korupsi mengurangi syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, dan aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur serta menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.
Kekuasaan politik yang dicapai dengan korupsi akan menghasilkan pemerintahan dan pemimpin masyarakat yang tidak baik dan kompeten di mata publik. Dengan demikian masyarakat tidak akan percaya pada pemerintah dan pemimpin tersebut. Akibatnya rakyat tidak akan patuh dan tunduk pada otoritas pemimpin. Untuk mempertahankan kekuasaan, penguasa korup itu akan menggunakan kekerasan (otoriter) atau menyebarkan korupsi lebih luas lagi di masyarakat. Di samping itu keadaan yang demikian akan memicu terjadinya ketidakstabilan sosial poltik dan integrasi sosial karena pertentangan antara penguasa dan rakyat. Bahkan dalam banyak kasus, hal ini mengakibatkan jatuhnya kekuasaan pemerintahan secara tidak terhormat.
Korupsi dapat berpengaruh negatif pula terhadap rasa keadilan sosial. Korupsi mengakibatkan perbedaan yang tajam diantara kelompok sosial dan individu baik dalam hal pendapatan, kekuasaan, dan lain-lain. Korupsi juga membahayakan terhadap standar moral dan intelektual masyarakat. Jika suasana masyarakat telah tercipta seperti demikian, maka keinginan publik untuk berkorban demi kebaikan dan perkembangan masyarakat akan terus menurun dan mungkin akan hilang. Korupsi jelas sangat merugikan Negara seperti ketidakjelakan penggunaan uang Negara, penggunaan uang Negara untuk kehidupan pribadinya. Hal tersebut menimbulkan dampak yang sangat buruk terutama terhadap rakyat kecil yang semakin tidak berdaya menghdapi korupsi para pejabat Negara.
Menurut Kepala Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Muhammad Yusuf mengatakan, perlu ada terobosan baru untuk memberantas praktik korupsi di Indonesia. Salah satunya, menerapkan perampasan aset tanpa tuntutan pidana atau dalam dunia internasional dikenal dengan non-conviction based asset forfeiture (NCB Asset Forfeiture).  Lalu Yusuf menambahkanSemua tindak pidana yang tersangkanya tidak bisa diproses karena meninggal, cacat permanen, melarikan diri, atau gila. Ini kan perkara enggak bisa jalan, mandek, tapi asetnya ada, maka bisa diajukan untuk dirampas. Pembahasan perampasan aset tanpa tuntutan pidana itu pun dituliskannya dalam sebuah buku berjudul "Merampas Aset Koruptor, Solusi Pemberantasan Korupsi di Indonesia."
Masalah penegakan dan penerapan  hukum yang tidak tegas dan masyarakat yang masih kurang berperan aktif didalamnya  menambah problem dalam pemberantasan berbagai kasus korupsi.  Bahkan, dalam segi pembuktian telah diterapkan undang- undang  Pasal 41 pengaturan mengenai peran serta masyarakat, kemudian dipertegas dengandikeluarkannya Peraturan Pemerintah nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan PemberantasanTindak Pidana Korupsi.
Selain itu pengaturan tindak pidana korupsi dilakukan melalui kerja sama dengan dunia Internasioanal. Hal ini dilakukan dengan cara menandatangani konvensi PBB tentang anti korupsi yang memberikan peluang untuk mengembalikan aset- aset para koruptor yang di bawa lari ke luar negeri. Dengan adanya hal ini, Indonesia akan diuntungkan dengan penanda tangan konvensi ini. Salah satu yang penting dalam konvensi ini adalah adanya pengaturan tentang pembekuan, penyitaan dari harta benda hasil korupsi yang ada di luar negeri. Sudah jelas berdasarkan penjabaran – penjabaran di atas telah terdapat berbagai peraturan perundang – undangan mengenai korupsi di Indonesia, namun sayangnya an perundang – undangan tersebut kiranya hanya dijadikan sebuah tulisan kerana tidak dilaksanakan dengan efektif dan benar sebagaimana seharusnya.

B.     Pembahasan
Korupsi merupakan satu kata yang memiliki banyak makna mengenai hal – hal ataupun tindakan yang berhubungan dengan kecurangan, penyelewengan, ketidakjujuran dan berbagai macam tindakan yang tidak bermoral lainnya. Ketika mendengar kata korupsi yang ada dalam otak sebagian besar orang adalah mengenai uang, licik, koruptor dan merugikan. Korupsi memang kiranya dapat dikatakan sebagai satu kata yang memiliki banyak makna negative serta memiliki banyak dampak negative pula terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Tidak dapat dipungkiri bahwa sejak zaman penjajahan dan kerajaan tindak korupsi telah terjadi di tanah Indonesia ini. Hal yang makin memperburuk keadaan yaitu tindak korupsi yang ada sejak dahulu kala diteruskan hingga sekarang ini. Hal tersebut menyebabkan maraknya berbagai macam kasus korupsi yang terjadi di Negara kita ini. Sehingga dapat dikatakan korupsi telah menjadi budaya bangsa Indonesia.
Sangat ironis memang persoalan korupsi yang terjadi di Negara Indonesia ini. Betapa egois dan tidak bermoralnya para koruptor yang telah tega “menjajah” negaranya sendiri, menindas rakyat - rakyat kecil, mengngambil hak rakyat demi kepentingannya dan memperkaya keluarganya sendiri. Apakah mereka tidak sadar atas apa yang mereka lakukan dan atas dampak yang di timbulannya. Saat ini mungkin para koruptor tidak merasakan dampak terhadap dirinya bahkan terhadap Negara dimana tempat ia hidup ini. Karena dampak korupsi yang sebenarnya dan sangat membahayakan adalah ketika suatu Negara tidak memiliki asset apapun untuk rakyatnya maka saat itulah terjadi kehancuran Negara.
Banyak sekali faktor – faktor penyebab terjadinya korupsi baik yang berasal dari dalam diri sendiri ataupun yang berasal dari luar diri seseorang. Dalam cara pandang menegenai kehidupan yang semakin berubah, maka kebanyakan orang mengukur orang lain dengan seberapa besar seseorang dapat mengakses kekayaan. Banyak pula masyarakat yang beranggapan bahwa semakin kaya, maka menunjukan semakin berhasil pula orang tersebut. Karena itu ketika seseorang menempati suatu ruang untuk bisa mengakses kekayaan, maka seseorang akan memanfaatkannya secara maksimal. Pada zaman sekarang ini banyak orang yang mudah tergoda dengan kekayaan. Karena persepsi tentang kekayaan sebagai ukuran keberhasilan seseorang, maka  seseorang akan mengejar kekayaan itu tanpa memperhitungkan bagaimana kekayaan tersebut diperoleh.
Sama halnya dengan orang – orang yang tergodaan akan dunia materi atau kekayaan yang tidak mampu ditahannya. Ketika dorongan untuk menjadi kaya tidak mampu ditahan sementara akses ke arah kekayaan bisa diperoleh melalui cara berkorupsi, maka jadilah seseorang akan melakukan korupsi. Kedua hal inilah memiliki cara pandang yang salah mengenai kekayaan dan keberhasilan. Dengan demikian kiranya korupsi akan terus terjadi, selama masih terdapat kesalahan tentang cara memandang kekayaan tersebut.
Berkaitan dengan persoalan moral lemahnya keimanan, kejujuran, rasa malu, dan etika serta kebiasaan yang menjadi salah satu penyebab utama terjadinya korupsi di Indonesia adalah kebiasaan untuk memperoleh sesuatu dengan cara yang mudah dan kebiasaan ini bisa jadi sudah terjadi sejak dini hingga dewasa. Kurangnya pendidikan yang penuh sejak dini dan tidak menanamkan sikan disiplin.  Akibatnya dalam hidupnya kurang bisa tertata dan cenderung seenaknya sendiri. Serta kurangnya sikap tanggung jawab pada suatu tugas yang diemban, sikap ini wajib ditanamkan karena penyebab inilah sumber terbesar.
Kiranya seperti pendapat saya dalam bagian permasalahan di atas pepatah “Berakit – rakit kehulu, berenang – renang ketepian, Bersusah - susah dahulu, bersenan –senag kemudian” sangat cocok dan tepat kita tanamkan dalam diri masing – masing, dalam lingkungan sekitar bahkan dalam bangsa Indonesia ini. Agar tidak terjerumus pada cara – cara instan yang lebih banyak menimbulkan efek negative bagi kehidupan.
Lebih mencemaskannya lagi pelaku korupsi di Indonesia di dominasi oleh para pemegang kekuasaan. Para pemegang kekuasaan dengan sifat serakah memanfaatkan dan menyalahgunakan kekuasaan yang dimilikinya untuk memperkaya diri sendiri, mementngkan golongan sendiri, dan hingga kegiatan nepotisme yaitu memasukkan anggota keluarganya sendiri untuk menduduki suatu jabatan. Dalam mendapatkan jabatan pun memerlukan mudal uang yang banyak seperti, biaya kampanye yang mahal, menguap atasan agar naik pangkat, bahkan untuk mendapatkan suatu pekerjaan seperti jenis pekerjaan pegawai negeri sipil. Akibatnya setelah menjadi pejabat dan terpilih bentuk penyimpangan korupsinya adalah mencari  uang untukmengembalikan modal awal. Bahkan tidak hanya modal yang didapat tetapi lebih dari itu yang didapatkan. Tidak heran jika banyak para pejabat tersandung kasus korupsi dan dipidana untuk mempertanggungjawabkan hal semacam itu.
Sikap pemimpin yang seperti itu tidak memberikan teladan bagi rakyatnya. Saya ambil contoh Ketika resesi ekonomi 1997, keadaan perekonomian Indonesia sedikit lebih baik daripada Thailand. Namun pemimpin Thailand memberi contoh kepada rakyatnya dalam pola hidup sederhana. Sehingga lahir dukungan moral dan material dari masyarakat dan pengusaha. Maka dalam waktu singkat Thailand telah mengalami recovery ekonominya. Di Indonesia tidak ada pemimpin yang bisa dijadikan teladan sehingga kehidupan berbangsa dan bernegara mendekati jurang kehancuran.
Mengenai masalah korupsi dan jabatan tersebut tentu berkaitan erat dengan pemerintahan. Dimana sistem yang digunakan pemerintah yang masih harus dibenahi. System pemerintahan yang keliru dapat terlihat dari prioritas pembangunan. Sebagai Negara berkembang seharusnya Indonesia memprioritaskan pembangunan pendidikan bukan hanya terfokus pada pembangunan ekonomi. Padahal Negara kita masih memiliki keterbatasan SDM, uang, teknologi serta manajemen. Akibatnya untuk menunjang pembangunan ekonomi semua didatangkan dari luar negeri. Memang tidak salah jika kita melakukan hal tersebut namun yang pada akhirnya hal itu menjadi penyebabkan tindakan korupsi.
Pengawasan yang tidak efektif juga memudahkan pejabat dan pegawai melakukan tindak korupsi karena mulai dari penyimpangan – penyimpangan kecil tidak terdeteksi sehingan tidak pula dapat diperbaiki yang lama kelamaan menumpuk dan menjadi besar. Selanjutnya ketika sudah terdeteksi, penindakan hokum yang ringan terhadap kasus korupsi tidak menimbulkan efek jera serta aparat penegak hukum bisa dibayar. Di Indonesia, dimana elitnya sangat korup, pemerintah tidak mampu untuk membayar pegawai negeri secara memadai. Penghasilan yang tidak sepadan ini dapat saja dianggap sebagai penyumbang sebab terjadinya korupsi pada tingkatan rendah, kalau tidak pada seluruh sistem.
Berhubungan dengan pemerintah yang kurang mengutamakan pembangunan pendidikan di Indonesia sebagai Negara berkembang ini maka menyebabkan rendahnya pendidikan masyarakat kebanyakan. Rakyat mudah dibohongi oleh para pejabat, seperti halnya pada saat pencalonan seorang pejabat, baik itu presiden, DPR, bupati dan lain - lain. Mereka akan mau memilih calon tersebut apabila mereka diberi imbalan uang (money politic). Inti dari semua factor – factor penyebab korupsi tersebut adalah ketidakmampuan manusia mengalahkan dan mengontrol dirinya sendiri terutama dalam memenuhi berbagai macam kebutuhan hidupnya.
Korupsi memiliki berbagai efek penghancuran yang hebat terhadap berbagai sisi kehidupan bangsa dan negara, khususnya dalam sisi ekonomi sebagai pendorong utama kesejahteraan masyarakat. korupsi memiliki hubungan negatif dengan tingkat investasi, pertumbuhan ekonomi, dan dengan pengeluaran pemerintah untuk program sosial dan kesejahteraan. Meningkatnya tindakan korupsi berakibat pada meningkatnya biaya barang dan jasa, yang kemudian bisa melonjakkan utang negara. Pada keadaan ini, ketidak efisienan terjadi, yaitu ketika pemerintah mengeluarkan lebih banyak kebijakan namun disertai dengan maraknya praktek korupsi, bukannya memberikan nilai positif misalnya perbaikan kondisi yang semakin tertata, namun justru memberikan negatif value added bagi perekonomian secara umum.
Banyaknya penyebab korupsi, terdapat banyak pula akibat dari korupsi itu. Seperti yang sudah dibahas sedikit mengenai dampak dari beberapa penyebab korupsi diatas, selain itu terdapat pula akibat darikorupsi lainnya dalam berbagai bidang. Korupsi sangat berdampak negatif pada kehidupan masyarakat sekitar. Adapun dampak korupsi yang terlihat secara langsung dan tidak langsung adalah sebagai berikut :
·         Kenaikan harga-harga barang akibat anggaran APBN yang dikorupsi para pejabat dan wakil rakyat.
·         Bertambahnya rakyat miskin dikarenakan uang tunjangan bagi rakyat miskin yang seharusnya disalurkan namun malah dikorupsi.
·         Mahalnya biaya yang harus rakyat keluarkan untuk mendapatkan layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan yang seharusnya bersubsidi.
·         Kesenjangan pendapatan yang semakin tinggi.
·         Banyaknya rakyat yang di PHK akibat perusahaan kecil tempat mereka kerja gulung tikar akibat dana investasinya dikorupsi.
·         Korupsi juga telah merusak moral dan mental bangsa khususnya generasi muda yang merupakan penerus bangsa ini.
·         Dan masih banyak lagi dampak negatif korupsi dalam berbagai aspek.
Bukan merupakan hal yang tidak mungkin para penerus bangsa yang dalam hal ini adalah generasi muda Indonesia meneruskan praktik korupsi yang terjadi. Karena bagaimana tidak sejak dini penanaman pendidikan yang kurang ditambah dengan sejak dini pula generasi muda dihapkan dengan berbagai macam kasus korupsi yang sudah membudaya bahkan telah dianggap biasa dilakukan dalam kehidupannya sehari – hari. Sepertiyang telah dipaparkan atas korupsi dalam dunia pendidikan menjadi lahan yang subur untuk terus berkembang. Jadi secara langsung ataupun tidak para generasi muda sejak di sekolah pun sudah melihat langsung bagaimana praktik korupsi itu terjadi. Contoh nyata dan sederhannya yaitu dalam sekolah ketika mengambil rapor pada akhir semester banyak orang tua murid yang memberikan” amplop ataupun bingkisan” kepada wali kelas yang bersangkutan untuk berbagai macam tujuan. Hal sederhana tersebut sering disebut sebagai sogokan. Lebih memprihatinkannya lagi hal tersebut sudah diangap hal yang wajar dan menjadi kebiasan.
Kiranya hal - hal tersebut dapat menjadi tamparan untuk kita semua sebagai warga Negara Indonesia dan khususnya para pejabat Negara. Sudah cukup selama ratusan tahun Negara ini di jajah. Janganlah diperparah dengan kondisi korupsi yang seperti sekarang ini. Secara tertulis Indonesia memanglah sudah merdeka, namun dalam kenyataannya yang merasakan kemerdekaan Negara hanya segelintir orang. Bagaimana dengan sebaian besar rakyat Indonesia yang sangat merasakan dampak negative dari korupsi ini.
Dalam dua dekade terakhir, dunia mulai memandang korupsi sebagai isu penting.  Berbagai inisiatif untuk memerangi korupsi dilakukan mulai dari  tingkat nasional, regional hingga level internasional. Pandangan bahwa korupsi mendorong pertumbuhan ekonomi mulai ditinggalkan banyak kalangan. Korupsi dipandang bukan hanya sebagai permasalahan moral saja, tetapi sebagai permasalahan multidimensional (politik, ekonomi, social dan budaya). Perubahan cara pandang dan pendekatan terhadap korupsi, yang diikuti dengan menjamurnya kerjasama antar bangsa dalam isu ini menyemai optimisme bahwa perang melawan korupsi adalah perang yang bisa kita menangkan.
Korupsi sebagai kejahatan yang luar biasa maka harus diberantas dengan cara yang luar biasa pula. Korupsi harus diberantas dari akar – akarnya. Ibaratnya sebuah pohon sebesar apapun pohon itu jika akarnya rusak dan busuk maka sudah pasti pertumbuhan batang dan daunnya pun demikian. Dengan melihat maraknya tindak korupsi di Indonesia perlu bagi kaum muda penanaman nilai-nilai anti korupsi. Pendidikan berpengaruh cukup kuat pada semangat anti korupsi. Nilai-nilai anti korupsi yang perlu ditanamkan pada kaum muda meliputi kejujuran, kepedulian, kemandirian, kedisiplinan, pertanggungjawaban, kerja keras, kesederhanaan, keberanian, dan keadilan. Nilai-nilai inilah yang akan mendukung prinsip-prinsip anti korupsi untuk dapat dijalankan dengan baik.
Selain itu masih terdapat banyak cara untuk memberantas korupsi di Indonesia. Indonesia sebagai Negara republik mempunya satu pridesiden yang memiliki kekuasaan tinggi dalam hal membina Negara ini. Dalam hal ini presiden harusnya dapat menegaskan proklamasi antikorupsi. Proklamasi demikian menjadi pondasi awal bagi seluruh gerakan antikorupsi. Selanjutnya presiden mempertegas dan memfokuskan peraturan perundang – undangan dalam hal gerakan anti korupsi. Setelah adanya hokum yang tepat dan benar tentunya harus didukung dengan penegakan hokum yang adil, tidak memihak tanpa pengecualian dan tentunya tanpa jual beli hukum.
Penindakan hukuman yang tegas untuk para koruptor sangat perlu ditegakan. Bila perlu melihat hukuman Negara luar seperti China yang menghukum mati untuk para koruptornya. Mungkin oleh sebagian orang hukuman tersebut amatlah sadis dan melanggar HAM. Namun jika kita liat dari sisi lain bahwa praktik korupsi itu sendiri merupakan tindakan yang melanggar HAM pula. Dimana korupsi yaitu mengambil hak – hak orang lain ataupun masyarakat bahkan Negara dan membuat banyak orang kehilangan haknya baik sebagai manusia ataupun sebagai warga Negara. Kemudian setlah beberapa tahap tersebut tentunya kita wajib menamamkan, menerapkan dan menumbuh kembangkan budaya tidak ada toleransi sedikit pun untuk korupsi.
Hingga saat ini, korupsi masih menjadi problem di negara-negara berkembang. Korupsi dapat dikatakan sudah menjadi penyakit sosial di negara-negara berkembang dan sangat sulit diberantas. Namun begitu dalam rangka melakukan pemberantasan korupsi tersebut ternyata juga memiliki banyak hambatan. Maka dari itu bagaimanapun kerasnya usaha yang dilakukan oleh pemerintah melalui lembaga-lembaga negara ternyata korupsi juga tidak mudah dikurangi apalagi dihilangkan.
Namun begitu seberapa luas masalah korupsi yang terjadi di Indonesia sekarang ini bila seluruh lapisan masyarakat bersatu, bekerjasama dan turut serta berperan aktif dalam memberantasnya pasti akan terselesaikan. Pemberantasan korupsi dalam semua aspek di Indonesia ini harus dilaksanakan dan dikaji dengan benar agar dapat terselesaikan dengan baik. Karena pasti akan ada jalan keluar terbaik untuk sebuah uasaha bersama yang sungguh – sungguh dengan tujuan yang baik yaitu untuk memberantas korupsi demi kemajuan bangsa.




DAFTAR PUSTAKA
·         Jeremy Pope, “Confronting Corruption: The Element Of National Integrity System”. Transparency International, 2000.
http://generasibersih.0fees.net/?p=30
·         Mobaryanto, artikel, “Keberpihakan dan Keadilan”, Jurnal Ekonomi Rakyat, UGM, 2004.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar